Hi February... finally, i meet this lovable month. A month
that will change my life, that f*****g
loneliness will be over soon :)
Self chalenge saia bulan ini adalah #3booksInAMonth. Dua
buku sudah teronggok manis menunggu giliran untuk disikat, “Bulan Terbelah di
Langit Amerika” & “30 Paspor Di Kelas Sang Profesor”. Self chalenge lainnya, akan segera menyusul.
Minggu pagi ini, seperti biasa, saia kembali nge-blog
ditemani alunan soundrack TV Series Jepang favorit saia “Kekkon Shinai” dan rintik –
rintik hujan diluar kamar. Sabtu – Minggu ini, memang jadwal saia untuk
meringkuk cantik di kamar kos –kosan setelah beberapa minggu kemarin kelayapan
kemana – mana, jadilah weekend ini saia mengambil hak “me time” dan menikmati
damainya sendiri di dalam kamar.
Dua hari, cukup rasanya untuk menuntaskan buku “Sabtu
Bersama Bapak” karangan Adhitya Mulia. Awal perkenalan saia dengan buku ini
saat membaca deretan tweet beberapa waktu lalu. Prediksi saia saat itu adalah
buku ini semacem buku yang “Cetek” dengan makna seujung jari kelingking (hehe,
maaf ya Mas Adhit, saia under estimate duluan). Ternyata saia salah besar, buku
ini sarat makna. Parenting gudeline yang simpel dan tidak pernah hadir dalam
benak saia tema dan alur cerita yang seperti ini. Great job Mas Bro!!!
SBB (Sabtu Bersama Bapak), seorang Bapak (Pak Gunawan) yang
berusaha menanamkan sifat ke-bapak-kan kepada kedua putranya Satya (Sulung) dan
Cakra (Bungsu) dan mengajarkan kepada Sang Istri (Ibu Itje) cara hidup mandiri
tanpa tergantung kepada orang lain termasuk anak – anak setelah wafatnya sang
Suami.
Pak Gunawan
Yang saia suka dari karakter Pak Gunawan adalah he’s such a
good planner. Seseorang yang menjunjung tinggi prinsip “Gagal merencanakan
adalah merencanakan kegagalan”. Bagi beliau, semua aspek dalam hidup harus
sudah dirancang jauh – jauh hari. Pendidikan, financial, pernikahan & rumah
tangga. Dengan adanya perencanaan, goal setting setidaknya sudah 50% tercapai,
tinggal bagaimana eksekusinya.
Jadi, Pak Gunawan ini mengidap kanker, usianya didiagnosa
oleh dokter tinggal satu tahun ke depan. Sedih, sudah pasti. Beliau kemudian
mempersiapkan segalanya untuk keluarga yang akan ditinggalkan. Istrinya, kedua
anaknya, semuanya beliau persiapkan. Kemandirian financial untuk Bu Itje dan “rekaman
video” berisi petuah – petuah bijak untuk diputarkan kepada kedua anaknya
setiap Sabtu. Lewat rekaman itu, mendidik anak – anaknya dengan cara yang
sangat cerdas dan hangat, meskipun sosoknya tak lagi bersama mereka.
Ada yang menarik dicerita berjudul “Sulung”. Mungkin karena
saia anak sulung, jadi ngepas – ngepasin banget sama cerita ini :D
Kamu anak sulung, kamu
harus kasih contoh untuk adik – adik kamu.
Saya suka sedih setiap
kali ada orangtua yang memberi itu kepada anak sulungnya
Kemudian beliau
mencontohkan beberapa hal kepada Bu Itje dan menyimpulkan bahwa “menjadi
panutan bukan tugas anak sulung kepada adik – adiknya. Menjadi panutan adalah
tugas orang tua untuk semua anak”
I (totally) agree, Sir!!!!! Betapa banyak anak sulung di
luar sana (termasuk saia) yang selalu dibebani dengan “harus jadi panutan”, “harus
sukses”, “harus rangking 1”, “harus sekolah di sekolah favorit”, “harus bayarin
ini”, “harus bayarin itu” dan harus – harus yang lain. Jika harus jujur, si
Sulung akan sangat terintimidasi dan berjalan seperti robot (padahal sebelumnya
cantik dan luwes seperti barbie....buat yang cewek). Di keluarga saia,
intimidasi seperti itu tidak terlalu banyak, meskipun ada, tapi itu masih bisa
terhitung dengan jari.
Di lain cerita, rekaman sang Bapak menayangkan beliau sedang
asyik bersama kedua anaknya sibuk membuat replika Kapal Induk. Imajinasi kedua
anak dengan sengaja dibawa oleh Sang Bapak untuk dituangkan kedalam Kapal Induk
jadi – jadian itu. Ada control tower, meriam, landasan, juga ada cerita di
masing – masing area. Makanya, calon suami saia nanti setidaknya punya keahlian
lebih membuat barang jadi – jadian seperti, selain saia sangat lemah dalam hail
ini, anak – anak pasti lebih senang jika mainannya bikinan sendiri dibantu
orang tuanya. Percaya deh, keasyikan itu akan terekam sampai kapanpun, ,eskipun
mainannya hanya layang – layang.
Jaman saia masih kecil, Bapak selalu membuatkan saia &
Dek Imam mainan. Ada layangan, ketapel, akuarium jadi – jadian, rumah-rumahan
burun dara, pancing, mobil2an beroda dari pelepah pisang. Haha, Bapak saia sangat
jago di bidang keterampilan, pekerjaan beliau sangat rapih. Sayangnya, itu
tidak menurun kepada saia x_x , untuk seni dan keterampilan, nilai saia gak
pernah beranjak dari angka 7, sekalinya pernah dapat 8 pas kelas 2 SMA. Untuk
mata pelajaran ini, saia sangat tergantung pada beliau, I love you Dad :’)
Satya
Sosok anak Sulung kebanyakan. Cerdas, kuat, tangguh,
berprestasi, dapet kerjaan bagus, patuh dan sayang keluarga. Replika umum
seorang Bapak muda. Satya belajar banyak dari Sang bapak tentang bagaimana
menjadi suami yang baik bagi istrinya dan mendidik ketiga anak laki – lakinya.
Sang Bapak menjadi teladan yang baik bagi Satya.
Bapak Muda, Engineer di perusahaan Oil & Gas di Jerman
dengan sistem On/Off shift. Berjauhan dengan keluarga, membuat kualitas
pertemuan menjadi hal yang sangat berharga bagi dia dan keluarga kecilnya.
Hal yang paling saia ingat dari sosok Satya adalah saat dia
mengajarkan Ryan untuk melawan penindasan (bullying) yang dilakukan teman –
temannya di sekolah. Satu, dua kali, bisa kita toleransi, kali ketiga adalah
batas toleransi, Ryan harus berani melawan penindasan tersebut. Bukan untuk
soik jago, bukan juga untuk suatu kemenangan.
“mungkin Ryan akan
kalah berantemnya. Tapi Ryan akan memenangkan hormat mereka”
Dulu, saia adalah anak perempuan dengan tingkat
ke-cengeng-an diatas rata – rata. Di TK, sepanjang hari harus ada Mbak Ru yang
harus nungguin & stand by di jendela/pintu kelas selama pelajaran
berlangsung, jika sedetik saja saia liat Mbak Ru gak berdiri di sana, saia akan
belingsatan lari keluar kelas, gak peduli guru lagi nerangin apa. Padahal si
Mbak Cuma ke toilet bentar x_x
Kebiasaan itu berlanjut sampai hari pertama sekolah SD.
Hanya saja sekarang saia diantar Bapak. Dimenit – menit awal, Bapak masih stand
by di pintu kelas, akan tetapi setelah 15 menit, beliau sudah tidak terlihat.
Daannnnn, seperti biasa, saia belingsatan lari keluar kelas, menemukan Bapak
sedang berdiri di pojok depan kelas. Saia nangis. Bapak memukul lengan saya
dengan buku dan mendudukkan saia di depan kelas. Beliau duduk disamping saia.
Tidak banyak yang Bapak bilang saat itu, hanya “Ika, Bapak mau mengajar dulu di
sekolah Bapak ya. Ika disini, belajar, gak boleh cengeng, sudah gede, malu sama
teman2 yang lebih kecil, jangan jadi penakut. Jam 10 nanti Bapak kesini lagi.”
Saia hanya mengangguk dan membiarkan beliau membimbing saia kembali ke tempat
duduk. Berbincang sebentar dengan Wali Kelas untuk menitipkan saia kepada
beliau. Wali kelas menghampiri saia dan Bapak pergi mengajar setelah yakin saia
sudah bisa ditinggalkan.Sejak kejadian itu, saia gak lagi cengeng. Bahkan saia punya
geng yang melawan penindasan kakak kelas, yang meski sudah pasti kalah,
setidaknya saia sudah memperjuangkan hak saia & teman2 :D
Dari Satya, saia juga belajar untuk menjadi pasangan yang
terbaik untuk istrinya. Dan mengingatkan saia untuk menjadi calon istri yang
sholehah, sehat, menarik bagi suami, pinter masak & ibu, guru & teman bagi
anak – anak kelak.
“I can’t ask for a
better you,
You, however, deserve a
better me”
Cakra
Satya, Kakaknya, menyebut dia Pria Tuna Asmara & Gembel
Cinta. Ya, dia jomblo, 30 tahun, (mungkin) agak sedikit ganteng, grogi deket
sama mahluk bernama perempuan :D
Meskipun dia termasuk pada sekelompok pria kategori culun,
tapi saia suka gayanya. Untuk pria culun seperti ini, menjadi pendengar yang
baik is a must. Akan ada banyak hal yang tak terduga dan “oh iya ya, betul juga”,
yang terkadang kita skip dari kehidupan sehari – hari. Dengarkan setiap
celotehnya dan akan kita dapati beberapa petuah bijak :)
Dia jomblo, bukan karena tidak tertarik pada perempuan, akan
tetapi dia begitu mendalami semua pesan Sang Bapak. Dia Jomblo, karena
mempersiapkan pernikahannya ke depan. Di usia 30 adalah target pencapaiannya
untuk merampungkan persiapan itu. Rumah, pekerjaan mapan, Financial yang sudah
dipersiapkan untuk istri dan anak2nya ke depan, semuanya. Sampai di waktu dia
harus mempersiapkan calon pendamping hidupnya.
Pernikahan dari sebuah perjodohan bukannlah sesuatu yang haram
atau pun memalukan. Bahkan dari sekian banyak metode untuk menemukan pasangan
hidup, menurut saia, perjodohan dari orang tua adalah metode yang paling jitu
dan aman.
Satu, Orang tua tidak
akan mengenalkan anaknya pada orang yang gak kuat agamanya
Dua, Orang tua tidak
akan mengenalkan anaknya pada keluarga yang tidak jelas/jelek bibit &
bobotnya
Tiga, ketika kedua orang
tua mengenalkan anak – anak mereka, 90% kemungkinan restu sudah di tangan
Empat, persaingan
dimatikan. Si laki dikenalkan pada perempuan, orangtua dari perempuan tsb akan
menutup laik – laki lain untuk mendekati anak perempuannya
Beberapa cuplikan yang saia catat untuk bekal (setidaknya)
persiapan mental menjelang pernikahan kelak:
“Kata bapak saya...dan
dia dapat ini dari orang lain. Membangun sebuah hubungan itu butuh dua orang
yang solid. Yang sama – sama kuat. Bukan yang saling mengisi kelemahan, karena
3 – 3 = 0 sedangkan 3 x 3 = 9”
Di lain kutipan :
“Saya pilih kamu
(sebagai istri).
Tolong pilih saya,
untuk menghabiskan sisa hidup kamu. Dan saya akan menghabiskan sisa hidup saya
bersama kamu.
Percayakan hidup kamu
pada saya. Dan saya penuhi tugas saya padamu, nafkah lahir dan batin
Pindahkan baktimu.
Tidak lagi baktimu kepada orangtuamu. Baktimu sekarang pada saya.”
Begitulah, buku ini sangat mengena dan menorehkan begitu
banyak pesan dibenak saia. Menjadi pribadi yang bermanfaat bagi diri sendiri,
keluarga & orang lain atau setidaknya menjadi pribadi yang tidak
menyusahkan orang lain, itu sudah cukup.
Hujan diluar sudah reda. Jam 1 siang. Waktunya mengisi
perut, have a great weekend ;)
Reading is hot...writing is cool B-)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar